My Stories for You

UTS-3 Komunikasi Interpersonal & Publik (II2100)

Belajar Menata Ulang

Sebuah kisah singkat tentang menata ulang ekspektasi, meminta bantuan, dan terus melangkah, pelan, tapi pasti.

Semester lalu, saya pernah merasa “kalah start”. Tugas datang bertubi-tubi, ritme organisasi sedang padat, dan satu proyek pemrograman terasa mandek. Alih-alih memaksa semuanya selesai sekaligus, saya memutuskan untuk menata ulang langkah: menyusun prioritas, memecah masalah besar menjadi bagian kecil, dan yang paling sulit, mengakui bahwa saya butuh bantuan. Saya menghubungi rekan satu tim, meminta waktu diskusi singkat, lalu membagi kerja berdasarkan kekuatan masing-masing.

“Ternyata, mengakui butuh bantuan bukan tanda kelemahan, justru titik balik agar kita bisa tumbuh bersama.”

Hasilnya tidak langsung spektakuler, tetapi ritme kerja mulai stabil. Setiap malam, kami menutup sesi dengan catatan kecil: apa yang sudah beres, apa yang tertunda, dan satu hal baik yang patut disyukuri. Kebiasaan sederhana itu membuat kami tetap waras. Saya belajar bahwa kolaborasi bukan sekadar membagi tugas, melainkan juga membagi kepercayaan: percaya pada diri sendiri, dan percaya pada tim.

Dari pengalaman itu, saya menyimpan tiga pegangan: fokus pada satu langkah yang bisa dilakukan hari ini, komunikasikan hambatan lebih cepat daripada terlambat, dan rayakan kemajuan kecil. Ketiganya membuat perjalanan terasa lebih ringan. Saya mungkin tidak selalu yang tercepat, tetapi saya ingin menjadi orang yang dapat diandalkan—yang menjaga ritme, menghargai proses, dan terus maju. Karena pada akhirnya, kemajuan bukan soal seberapa besar lompatan hari ini, tetapi seberapa konsisten kita melangkah setiap hari.